Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara, AM Hendropriyono angkat suara soal batalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Dia menilai kondisi ini merupakan fenomena adu kekompakan pengusung sikap Bung Karno yang pernah dilakukan pada masa lalu dan pengusung sikap ideologi agama yang baru dilakukan pada masa kini.
"Demikianlah perkembangan keadaan lingkungan yang dinilai dalam masyarakat kita, sehingga FIFA memutuskan pembatalan rencananya," tulis Hendropriyono dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/4/2024).
Advertisement
Dia mencatat, di situasi seperti ini, ada empat hal yang seharusnya diperhatikan dalam pemikiran seorang warga negara Indonesia ketika memahami karakter berbangsa.
Pertama, adalah prinsip Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa, UUD 1945 dan kebijakan pemerintah RI. Kedua, adalah tantangan yang kita hadapi yaitu perhelatan dunia yang digelar oleh FIFA. Ketiga, adalah hasil baik yang akan kita peroleh jika perhelatan tersebut dapat dilaksanakan di negara Indonesia pada saat ini.
"Terakhir yang harus diperhatikan, yaitu kita hidup di era dunia yang serba internet dan berkecerdasan buatan yang masih didominasi oleh Barat," jelas Hendropriyono.
Hendropriyono mengingatkan, sampai saat ini Indonesia masih terlibat di dalam sistem masyarakat industri dunia. Artinya, pemilihan terbaik terhadap cara bertindak maka dia yang akan mencapai tujuannya. Sayangnya, menurut Hendropriyono, pemilihan cara bertindak sebagian kelompok masyarakat Indonesia yang menentang pelibatan Israel dalam olahraga dunia, termasuk Piala Dunia U-20 2023, adalah sikap yang rasional tetapi tidak logis.
Hendropriyono Menilai Masyarakat Tidak Siap dengan Konsep Kebangsaan
"Rasional karena politik olahraga sebagaimana politik sosial ekonomi dan pertahanan keamanan negara, harus tunduk pada politik negara RI. Namun politik negara dalam administrasi Presiden Jokowi yang menginginkan untuk tetap terselenggaranya perhelatan, terdominasi oleh aspirasi masyarakat Indonesia saat ini yang bersikap sebaliknya," kritik Hendropriyono.
Akibatnya, FIFA menjadi ragu bahwa politik HANKAM dapat diterapkan tunduk kepada politik negara, sehingga menyatakan keadaan saat ini sebagai alasan dibatalkannya rencana perhelatan.
“Sikap yang tidak logis karena kenyataan sekarang kita masih mengikuti sistem barat, tentu saja akan menuai terdepaknya kita dari sistem tersebut. Kita tidak siap dengan konsep kebangsaan, untuk menjawab tantangan tersebut,” Hendropriyono menutup.
Advertisement